Kali ini saya ingin membahas prinsip penting stratifikasi (stratification) dalam kaitannya dengan diagram fishbone dan diagram Pareto. Stratifikasi dalam istilah statistik merupakan pembedaan/penggolongan data ke dalam beberapa lapis/kelompok (strata) berdasarkan sumber atau kondisinya sehingga kita dapat melihat polanya. Dengan pola yang ada, kita dapat mengestimasi efektivitas hubungan/ korelasi sebab-akibat (causality) sehingga dapat menentukan metode-metode penanganan masalah yang lebih efektif.
Pada postingan terdahulu, saya sudah menulis tentang cara mengestimasi korelasi antar dua data atau lebih dengan menggunakan regresi linear. Bagi sebagian orang terutama karyawan yang bertugas di lantai produksi, metode ini dianggap “susah”. Metode ini tidak akan “menarik” mereka untuk berpartisipasi dalam penyelesaian masalah, mungkin malah sebaliknya akan jadi penghalang orang-orang tersebut untuk berpartisipasi. Diperlukan metode yang lebih sederhana dan “mudah”. Jika kita menengok implementasi QCC di beberapa perusahaan, scatter diagram banyak digunakan dan terbukti sangat membantu tujuan-tujuan stratifikasi ini.
Scatter diagram atau scatter plot merupakan salah satu dari 7 alat kualitas (7 tools of quality) yang digunakan untuk menginvestigasi korelasi antara dua variabel; apakah arah korelasi keduanya positif, negatif, atau tidak ada korelasinya sama sekali? Kedua variabel ini dinyatakan sebagai variabel X dan variabel Y, nilai dari kedua variabel ini digambarkan dalam bentuk titik-titik (points) pada sumbu koordinat X dan Y.
Untuk memahami scatter diagram, saya sajikan ilustrasi pada Gambar 1 di bawah ini beserta cara membuat dan membacanya.

Cara Membuat Scatter Diagram
1. Tentukan Variabel Independent dan Dependent

Perhatikan Gambar 1, saya sedang mencoba mencari tahu apakah meningkatnya defect kotor dikarenakan meningkatnya masalah painting?
Dalam kasus ini, saya hanya bisa mengambil 2 data dari stasiun QC, yaitu: data defect kotor dan data defect painting. Saya punya dugaan bahwa defect kotor akibat dari pembersihan/ perapihan bekas painting yang belum tuntas, sementara data defect painting adalah defect painting yang lolos dan ditemukan di stasiun QC. Oleh karena itu, data defect kotor kita tetapkan sebagai data akibat (effect) atau dependent (Y), sementara data defect painting kita tetapkan sebagai data penyebab (cause) atau independent (X).
2. Kumpulkan data
Tetapkan waktu pengamatan dan kumpulkan sejumlah data.
3. Gambar Sumbu X dan Sumbu Y


4. Buat Titik-Titik Data

5. Lengkapi Informasi
Bubuhkan label yang diperlukan, contoh:

- Judul diagram: Hubungan antara Masalah Painting dengan Tingkat Kekotoran
- Judul sumbu X: Masalah Painting (K Unit)
- Judul sumbu Y: Tingkat Kekotoran (K Unit)
- Banyak data: n = 5
- Periode: 1–10 Agustus 2011
- Dibuat oleh: Eris
Cara Membaca Scatter Diagram
Ketika kita akan mengevaluasi scatter diagram, kita sebaiknya mempertimbangkan derajat korelasi beserta jenis-jenis korelasi yang sudah disimpulkan para ahli statistik seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1 dan Tabel 2 di bawah ini.
Table 1. Derajat Korelasi
Pola Scatter Diagram | Derajat Korelasi | Artinya |
![]() |
Tidak Ada | Tidak ada korelasi yang dapat dilihat. Variabel akibat (Y) tidak dipengaruhi oleh variabel penyebab (X) yang sedang dikaji. |
![]() |
Lemah | Korelasi samar terlihat. Mungkin variabel penyebab (X) mempengaruhi variabel akibat (Y), tetapi tingkat pengaruhnya masih diragukan. Ada variabel X lain yang perlu dianalisis atau ada variasi signifikan di dalam variabel X tersebut. |
![]() |
Kuat | Sebaran titik-titik mengelompok dalam bentuk linier yang jelas. Kemungkinan variabel penyebab (X) mempengaruhi langsung variabel akibat (Y). Oleh karena itu, setiap perubahan pada X akan memprediksi perubahan pada Y. |
![]() |
Sempurna | Sebaran titik-titik jatuh pada sebuah garis lurus. Jika bentuknya seperti ini, dengan nilai variabel penyebab (X) tertentu kita dapat memprediksi secara pasti berapa nilai variabel akibat (Y). |
Table 2. Jenis-Jenis Korelasi
Pola Scatter Diagram | Jenis Korelasi | Artinya |
![]() |
Positif | Peningkatan nilai variabel penyebab (X) menghasilkan peningkatan nilai variabel akibat (Y) |
![]() |
Negatif | Peningkatan nilai variabel penyebab (X) menghasilkan penurunan nilai variabel akibat (Y) |
![]() |
Nonlinier | Berbentuk kurva U atau S. Perubahan nilai variabel penyebab (X) menghasilkan perubahan nilai variabel akibat (Y) yang berbeda, tergantung posisi pada kurva. |
Lalu bagaimana dengan derajat korelasi dan jenis korelasi pada contoh scatter diagram (Gambar 1) di atas? Karena jumlah pasangan data sedikit (n=5), scatter diagram tersebut belum secara jelas menunjukkan derajat dan jenis korelasi. Itulah kenapa para ahlinya statistik menyarankan pengumpulan data minimal n=30. Syarat jumlah data ini perlu dipertimbangkan agar scatter diagram berfungsi maksimal.
Rujukan:
Dahlgaard, J. J., Khanji, G. K., & Kristensen, K. (2008). Fundamentals of Total Quality Management. Abingdon, Oxon: Routledge.
Straker, D. (n.d.). Scatter diagram: How to understand it. Retrieved from http://syque.com/quality_tools/toolbook/Scatter/how.htm
Terimakasih banyak, penjelasannya detail dan mudah dimengerti 👍
LikeLike