Di sini pabrik sudah seperti mall. Memasuki gerbang, anda akan berhadapan dengan gedung lebar berlantai tiga. Ini gedung perkantoran. Didominasi dinding-dinding kaca dan warna putih metalik pada tiang-tiang penyangganya, lengkap dengan taman dan air mancur didepannya. Dibagian belakang, gedung ini mengekspos tangga-tangga, terutama empat jembatan yang menghubungkannya dengan dua gedung produksi utama berlantai dua. Nampaknya ada sentuhan Bauhaus dalam gaya arsitekturnya, lebih mementingkan denah yang signifikan dengan aktifitas dan fungsi antar ruang yang saling berkaitan serta terbebas dari aturan gaya arsitektur dan ornamentasi.

Jauh pandang ke belakang, pabrik terlihat begitu luas. Dibelakang gedung perkantoran dan diantara dua gedung produksi utama terdapat taman utama dan kantin berkapasitas belasan ribu karyawan. Di kiri, kanan, dan belakang ketiga gedung ini terdapat masjid, gedung support produksi, gudang-gudang, mes, dan poliklinik seukuran Puskesmas Serpong. Tidak lupa di luar pagar depan, kita dapat menjumpai semacam pasar kaget yang siap melayani hasrat belanja belasan ribu karyawan yang kebanyakan kaum ibu-ibu. Ini menambah klop suasana mall di pabrik ini.

Dari beberapa pabrik yang pernah aku kunjungi, baru kali ini aku menginjakkan kaki di lantai dua sebuah area kegiatan produksi. Ketika aku menceritakan pengalaman ini kepada temanku. Budi yang juga staff IE di pabrik kompetitor bertanya: “tapi mesin cutting-nya di lantai satu kan?”. “Lantai dua, mBud!” jelasku, “yang buenerr, om???” Budi setengah kaget. Memang saat aku menginjakkan kaki di lantai beton ber-epoxy hijau itu, lantai terasa bergetar seolah-olah akan ambruk. Tapi ini belum terjadi dan semoga tidak terjadi, terutama saat aku pergi ke sana.

Saat mataku memandang ke area produksi, tampak alat-alat manajemen visual (poster, lampu, dan sebagainya) betebaran seakan “caper” (cari perhatian) kepada setiap mata yang memandang. Para operator terlihat mengerjakan tugasnya dengan cekatan dan terukur, rapi, dan sesuai standar. Di atas kepala mereka bergantungan lampu berwarna kuning dan merah yang disebut Andon, istilah Jepang untuk lampu isyarat yang jika menyala berarti menunjukkan bahwa di unit itu sedang butuh bantuan. Tidak lupa mesin-mesin dengan jumlah standar disusun rapi di atas lantai yang bersih. Ini semua kata seniorku berkat diterapkannya “NOS”. Apa itu NOS? Nyusahin Orang Sepabrik???

Setiap lini produksi dalam sistem lean milik Nike (pelanggan pabrik ini) akan di-branded “NOS”. NOS merupakan akronim Latin dari Novus Ordo Seclorum (era baru telah dimulai). Frasa ini juga menghiasi bagian belakang mata uang Dollar Amerika Serikat, yang menurut Bill Waddell ini barangkali juga menjelaskan bagaimana semboyan ini mendarah daging dalam ingatan institusi Nike yang bermarkas di Beaverton, Oregon, Amerika Serikat.

NOS bisa dibilang sebuah sistem lean versi Nike. Lean atau Lean Production merupakan istilah bisnis untuk pengorganisasian dan manajemen pengembangan produk, operasi, pemasok, dan hubungan pelanggan, yang membutuhkan usaha manusia yang sedikit, ruang yang sedikit, modal yang sedikit, dan waktu yang sedikit untuk membuat produk dengan tingkat kualitas secukupnya sebagaimana tepat diinginkan pelanggan.

Adalah legenda Toyota yang telah mempopulerkan istilah lean di dunia industri. Istilah lean pertama kali tercantum dalam buku Machine that Changed the World karya MacMillan yang terbit tahun 1990. Buku ini merupakan publikasi dari proyek penelitian Massachusetts Institute of Technology (MIT) terhadap sistem produksi. Penelitian yang menghabiskan biaya US$ 5 juta dan memakan waktu lima tahun ini menyimpulkan bahwa produktivitas Toyota jauh lebih tinggi dibanding pabrik mobil lainnya. Di tahun 2003, Toyota dengan Toyota Production System (TPS)-nya yang memiliki tingkat efisiensi yang luar biasa ini mampu meraih laba yang mengungguli gabungan General Motor, Ford, dan Chrysler sekaligus. Superrr!

Semenjak itulah banyak industri ingin seperti Toyota. Mereka mempelajari semua ‘resep-resep’ Toyota. Salah satunya adalah Chang Shin Inc., produsen alas kaki atau sepatu untuk Nike. Whanil Jeong, pemilik Chang Shin, menuturkan bahwa pabrik-pabriknya di Vietnam dan Cina memiliki kondisi yang buruk, kualitas produk yang buruk, dan pengiriman yang terlambat. Hingga pada suatu saat dalam sebuah seminar manufaktur di pertengahan 1990-an, mereka diperkenalkan oleh sebuah perusahaan eletronik tentang apa yang pernah dipelajari dari Toyota, yaitu: Lean Manufacturing.

Saking penasarannya, Jeong belajar dengan membaca banyak buku dan pergi ke Toyota untuk melihat langsung cara kerjanya. Dalam pandangan Jeong, sungguh menakjubkan ketika memperhatikan alat-alat lean, seperti 5S (pemilahan, penataan, pembersihan, perawatan, dan penyadaran etika kerja), kanban (kartu mengendalikan aliran barang), standardisasi kerja, tata letak lini produksi, dan changeover-nya. Awalnya, Jeong berpikir bahwa lean adalah tentang penggunaan alat-alat ini. Dia tidak mengerti perubahan budaya yang dibutuhkan.

Atas saran konsultan, Jeoung memulai dengan obsesi untuk menciptakan pabrik sepatu terbersih di dunia menggunakan 5S. Hasilnya, pabrik mulai teratur dan sangat bersih. Beberapa masalah yang dahulu tersembunyi mulai nampak sehingga dapat diperbaiki. Kemudian Jeoung berinvestasi dalam fasilitas dan pelatihan karyawan yang berdasarkan pada konsep lean. Jeoung mengubah banyak tata letak dan mesin untuk mengurangi stok sesedikit mungkin dan mesin sekecil mungkin. Beberapa vendor mesin diajak kerjasama untuk merancang dan membeli mesin yang ukurannya sesuai kebutuhan, dapat menghemat energi dan mengurangi pemborosan sehingga lini produksi lebih fleksibel.

Hasilnya, Chang Shin dapat meningkatkan order 154 persen, produktivitas naik 23 persen, penurunan cacat 67-87 persen. Dan yang lebih penting lagi didapat dari hasil pemberdayaan karyawan, Chang Shin mendapat saran 500.000 per tahun dari karyawan yang dapat menghemat lebih dari 2 juta dolar dalam satu pabrik per tahun. Karyawan mendapat bagian dari uang penghematan itu dan berbagai insentif kecil lainnya serta pengakuan sebagai penghargaan dari perusahaan atas keterlibatan karyawan.

Nike yang juga sedang berusaha menemukan program efisiensi melihat bahwa Chang Shin adalah contoh awal manfaat lean dalam bisnis sepatu dan patut dijadikan teladan oleh produsen Nike lainnya. Mereka bekerjasama membuka NITC (NOS/Nike Innovation Training Center) di Vietnam, yaitu sebuah pusat pelatihan terbuka untuk semua pabrik sepatu Nike. NITC melayani peserta training dari tujuh budaya berbeda, melatih mereka secara mendalam tentang bagaimana prinsip-prinsip lean dapat meningkatkan bisnis mereka.

Terlepas dari semua alat, teknik, atau metode apa yang dijalankan dalam lean production, pada intinya ketika Toyota membangun lean production bertujuan untuk mengurangi segala overburden (muri), ketidaklancaran (mura), dan pemborosan (muda). Toyota memilih mengurangi 3M ini untuk meningkatkan keuntungan dalam upaya mencapai goal reasonable price (harga wajar, kualitas bagus, untung gede). Dasar pemikiran ini muncul karena Toyota atau orang Jepang sudah terbiasa hemat, mereka harus survive dalam kondisi negaranya yang miskin sumber daya alam. Pertumbuhan ekonomi Jepang tidak saja survive tapi merangkak naik pasca dijatuhkan bom atom dan ditengah krisis minyak dunia di tahun 1970-an.

Kalau anda pernah melihat perbandingan grafik produksi otomotif Jepang versus Amerika dari 1947 sampai dengan 1989 dalam buku Machine that Changed the World, anda akan menemukan sesuatu yang luar biasa di mana grafik Amerika berfluktuatif, sedangkan grafik Jepang sedikit demi sedikit merangkak naik seperti ‘tsunami’ menerjang grafik Amerika. Tafsiranku ini berkat disiplin tinggi orang Jepang dalam perbaikan berkelanjutan (kaizen) yang diselingi lompatan kuantum (kaikaku). Kultur korporasi yang luar biasa kuat ini lah yang tidak bisa dikopi semudah kita meng-copy-paste teknik dan metodologinya.

Suatu hal yang aku kagumi dari Toyota adalah Filosofinya. Filosofi penting karena menjawab pertanyaan mendasar: “Mengapa kita harus hadir sebagai perusahaan?”. Simak pesan Sakichi Toyoda kepada anaknya Kiichiro Toyoda (pendiri Toyota):

“Aku mendedikasikan sebagian besar dari hidupku untuk menciptakan berbagai jenis alat tenun baru. Sekarang giliranmu. Kamu harus berupaya untuk menyelesaikan sesuatu yang akan bermanfaat bagi masyarakat”.

Toyota sukses karena ingin menyumbangkan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat. Ini membuatnya berpandangan dan bergerak jauh ke depan, melewati target duniawi yang materialistik, dan mengarahkannya untuk membuat berbagai perencanaan dan penemuan. Bukankah ini kompatibel dengan konsep: Rahmatan lil’Alamin?

Ketika perusahaanku mengundang UJ (Jefri Al Buchori), aku sempat bilang kepada temanku, Nano:

“No! Gue yakin bagaimana pun kondisinya 10 tahun ke depan, perusahaan ini ngga bakalan bangkrut!”

Bukan saja karena dido’akan oleh belasan ribu karyawan, ceramah UJ telah menginterupsi karyawan untuk sejenak bersama-sama melatih kemampuan memaknai hidup, Danah Zohar menyebutnya melatih kearifan di luar ego atau jiwa sadar, melatih kecerdasan spiritual. Ini membantu karyawan melihat prinsip-prinsip kebenaran yang merupakan bagian dari hati nurani atau “dlamir”. Ini membantu NOS membangun kesadaran dan pemahaman karyawan dalam upayanya memperbaiki sistem secara berkelanjutan.

 

 

Serpong, 27/03/2011

 

 

Bacaan:


Kusnadi, E. (2008). Praktikum sistem produksi di lingkungan Toyota Production System: Studi kasus Lini Air Filter 4WV PT Denso Indonesia. Unpublished industrial internship report, Universitas Mercu Buana, Jakarta.

Liker, Jeffrey K. (2004). The Toyota way: 14 management principles from the world’s greatest manufacturer [eBook]. New York: McGraw-Hill.

Siregar, M & M Ilham. (2008). Developing of Tabu Search Algorithm at Job Shop Scheduling Based on Novus Ordo Seclorum. Asia Pasific Industrial Engineering & Management Systems Conference 9th, 539–545. Nusa Dua, Bali: APIEMS 2008.

2 thoughts on “ Catatan Industrial Engineer III: Novus Ordo Seclorum ”

    1. Saya ingin sekali menjadi NITC,maka dari itu saya harus sungguh sungguh kerja di PT.POU YUEN Indonesia Jl.Raya Cianjur Bandung KM 7 Sukasirna Sukaluyu Kab.Cianjur
      Ssttt sebelum kerja harus punya madsud dan tujuan,mudah mudahan hari ini saya akan melamar,langsung di terima amin…

      Like

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.