Selepas lonceng pabrik berdentang, aku dan anggota staff lainnya sudah duduk di depan layar komputer. Ada yang melanjutkan pekerjaan yang tertunda kemarin sore, ada yang membuka email, dan ada yang mereview pekerjaan. Beberapa meter disebelah kiriku terdapat ruangan kecil yang tembus pandang. Di sana terlihat Si Boss sedang mengumpulkan beberapa seniorku. Entah apa yang mereka bicarakan. Tampaknya sedang rapat koordinasi. Selang beberapa menit, rapat bubar. Si Boss tetap berada diruangannya. Para peserta rapat kembali ke meja staff dan memberikan intruksi kerja kepada anggotanya masing-masing. Aku pun mendapat instruksi kerja itu. Itulah gambaran suasana setiap pagi yang aku jumpai selama dua minggu ini.

Selama dua minggu, aku telah banyak belajar: menghafal bagian-bagian produk, melihat dan memahami proses produksi, membuat layout pabrik, menghafal nama dan bentuk mesin, mengukur waktu siklus suatu pekerjaan dengan stopwatch, mempelajari lembar-lembar kerja (spreadsheets), dan masih banyak yang lainnya.
Si Boss bilang “saya minta adaptasinya jangan terlalu lama-lama, cukup sebulan!”.
Si Bapak Supervisor bilang “saya minta seminggu!”.
“Waduh! makin ke bawah, makin lancip” pikirku.
Aku hanya menjawab: “iya pak..iya pak”.
Sepertinya aku harus menyegarkan kembali ilmu-ilmu yang pernah aku pelajari semasa kuliah dulu.

Selama proses adaptasi, aku memang teringat beberapa mata kuliah yang pernah aku pelajari. Bukan karena dulu aku menganggap mata kuliah itu penting, tapi justru karena anggapan ketidakpentingannya itu yang mengusik ingatanku. Anda yang pernah kuliah di Teknik Industri mungkin mengenal beberapa mata kuliah seperti:

  • Fisika (basic physics),
  • Kalkulus (calculus),
  • Statistik (statistics and probability),
  • Pengantar Ilmu Ekonomi (introduction to economics),
  • Pengetahuan Bahan (material science),
  • Alat Bantu dan Ukur (jigs and fixtures), dan
  • Menggambar Teknik (engineering drawing).

Dahulu ketika mendengar semua mata kuliah di atas, aku sudah membuat halangan mental dengan mengatakan bahwa semua mata kuliah tersebut tidak ada manfaatnya. Para mahasiswa lain pun jarang menjadikan mata kuliah tersebut sebagai favoritnya. Entah karena susah atau entah karena terlalu gampang, atau jangan-jangan karena bad-mood melihat dosennya.

Fisika dan kalkulus sangat identik dengan dunia engineer. Engineering berarti ‘rekayasa’. Lebih komplitnya, ECPD (the engineers council for professional development) bilang engineering adalah:

the creative application of scientific principles to design or develop structures, machines, apparatus, or manufacturing processes, or works utilizing them singly or in combination; or to construct or operate the same with full cognizance of their design; or to forecast their behavior under specific operating conditions; all as respects an intended function, economics of operation and safety to life and property

Jadi ada hubungannya dengan desain, analisis, dan/atau konstruksi kerja-kerja praktis. Fisika adalah ilmu tentang hukum alam. Pemahaman hukum alam akan menjadikan engineer dapat mendesain dengan praktis, bukan dengan imajinasi saja. Hukum alam akan memberikan inspirasi kepada engineer untuk mewujudkan imajinasi menjadi kenyataan. Berkat engineer lah, tidak hanya Gatot Kaca yang bisa terbang, anda pun sekarang bisa terbang (naik pesawat).

Di dalam pabrik mungkin anda akan menemui alat yang disebut konveyor atau ban berjalan (conveyor belt). Dahulu sebelum ada konveyor, orang menggunakan landasan miring untuk menggelindingkan barang ke area tujuan. Pastinya ini memanfaatkan hukum alam berupa gravitasi. Dalam pembuatan layout pabrik, terkadang aku mengukur panjang konveyor tidak menggunakan meteran agar proses pengukuran tidak mengganggu operator yang sedang bekerja. Aku memanfaatkan kecepatan konveyor yang tertera dalam boks mesin kemudian melihat berapa waktu yang dibutuhkan konveyor berjalan dari ujung ke ujung. Fisika sangat dibutuhkan sebagai dasar pemahaman beberapa ilmu di Teknik Industri.

Statistik,  ilmu ini biasanya menghiasi hari-hari terakhir para mahasiswa Teknik Industri di kampus. Statistik tidak saja dibutuhkan dalam penelitian akademik tapi juga kelak di dunia kerja (industri). Bagaimana pun di dalam industri manufaktur tidak saja terdapat ilmu pasti, tapi juga terdapat ilmu “tidak pasti” — ‘probability‘. Kenapa tidak pasti? Hukum sistem berteori bahwa semua sistem cenderung menuju ketidakberaturan jika dibiarkan. Kemarin, aku diberi tugas untuk mengukur waktu siklus kerja suatu pekerjaan perakitan barang. Karena bersifat tidak pasti, aku mengukurnya  sebanyak tujuh kali dengan stopwatch dan hasilnya: 22, 46, 31, 24, 38, 41, dan 21 detik. Berapa angka yang pasti? Dan apakah operator bekerja dengan normal? Statistik dapat membantu menganalisis dan menyimpulkan angka-angka ini.

Pengantar ilmu ekonomi, kenapa anak teknik belajar ekonomi? Tidak bermaksud menjadikan seorang insinyur yang mencampuri wilayah kerja ekonom, tapi seorang insinyur industri perlu mengetahui hubungan kondisi ekonomi dengan rencana dan kinerja industri. Ayahku yang seorang pelaku industri rumah tangga sering mengamati naik dan turunnya kurs dollar terhadap rupiah. Dia percaya kalau dollar turun, penjualan akan meningkat sehingga dari sekarang dia bisa mempersiapkan stok  sebanyak-banyaknya, termasuk membeli banyak bahan baku dan merekrut pekerja tambahan. Memang, tidak semudah membalik telapak tangan jika ingin mengubah kapasitas sebuah industri (apalagi industri besar).

Pengetahuan bahan, ini juga penting untuk Teknik Industri. Di tempat kerjaku terdapat banyak macam bahan–berupa: kulit, kulit sintetis, kain mesh, kain canvas, karet, karet sintetis, foam halus, dsb.–tentunya kita harus mengetahuinya agar tahu cara memperlakukan bahan itu. Terkadang satu jenis bahan, tapi berbeda ketebalannya harus mendapatkan perlakuan mesin yang berbeda pula. Ketika suatu masalah kualitas datang, aku melihat seniorku mengecek bahan, meraba-rabanya, apakah ada perbedaan atau tidak. Ini jelas menandakan bahwa seniorku itu sudah mempunyai pengetahuan bahan sebelumnya. Dia mengetahui karakteristik bahan yang dirabanya itu. Memang di kuliah tidak pernah dibahas jenis bahan di atas (kuliah lebih banyak membahas bahan jenis logam), tapi subtansi dari kuliah pengetahuan bahan adalah mengetahui kelemahan dan kekuatan dari setiap bahan yang biasanya ditandai dengan kode tertentu dari bahan tersebut.

Alat bantu dan ukur, aku sempat mengulang kuliah ini karena absensi yang kurang (juga nilai ujian yang pas-pasan). Kalau anda jalan-jalan di pabrik, mungkin anda akan banyak melihat alat bantu yang didesain oleh bagian engineering pabrik itu. Alat-alat bantu itu difungsikan untuk berbagai macam keperluan seperti memperkokoh posisi benda kerja ketika diproses, “penunjuk arah” (memastikan benda kerja tidak salah rakit), melindungi bahan agar tidak rusak, dsb. Ketika magang, aku pernah melihat seorang operator diberikan SP 1 (surat peringatan awal) karena lalai menggunakan alat bantu “penunjuk arah” meskipun rakitannya sudah benar. Orang IE–yang biasanya diserahi tugas merancang standar kerja–tentunya harus mensiasati bagaimana gerakan penggunaan alat bantu itu tidak menyebabkan waktu gerakan (motion time) menjadi boros.

Menggambar teknik? Bukannya ini kerjaannya anak D3? Gambar teknik sering disebut sebagai bahasa di kalangan orang teknik. Satu gambar melambangkan ribuan kata. Orang Teknik Industri harus bisa membaca gambar teknik. Membuat gambar teknik adalah jalan terbaik untuk belajar membacanya. Tidak pernah aku temui industri manufaktur besar yang didalamnya tidak ada gambar teknik. Utamanya, mereka menggunakan gambar teknik sebagai tanda kontrak dengan pemesan. Ini kenapa gambar teknik sering jadi perdebatan ketika ada sebuah produk dinyatakan tidak sesuai. Jika manufaktur melenceng dari spesifikasi yang diminta, maka manufakturlah yang salah, tetapi jika pemesan “khilaf” tidak memasukkan spesifikasi yang diminta maka pemesanlah yang salah.

Begitulah saudara-saudaraku, tidak ada mata kuliah yang tidak penting. Semua yang kita pelajari niscaya akan bermanfaat kelak. Alangkah beruntungnya anda yang masih kuliah bila menyadari akan hal ini. Kini, aku sudah tidak mempunyai kesempatan untuk belajar di kampus. “Penyesalan memang datang terlambat!” pikirku.

 

 

Serpong, 23/05/2010 jam 20:44

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.